TIDAK USAH SEKOLAH
Saudara-saudaraku sekalian,
Belajar itu murah. Inilah kalimat pertama yang hendak kami tandaskan.
Karena belajar bisa di mana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja.
Itu semua tergantung pada kemauan kita. If there is a will, there is a
way.
Maka, dengan ini secara tegas kami mengajak marilah kita mendidik
anak-anak kita sendiri. Menyadarkan pada mereka belajar itu kewajiban
sepanjang hidup. Tidak harus lewat sekolah untuk belajar. Apalagi
ternyata kebanyakan sekolah cenderung merusak anak. Bagaimana
merusaknya? Salah satu contoh, kebanyakan guru egois menuntut anak untuk
menguasai pelajaran yang diampunya. Jika tidak bisa, dengan mudahnya
sang guru mengecap anak sebagai bodoh/tolol. Si guru kurang menyadari
ternyata ia sendiri hanya menguasai satu pelajaran (yang diampunya),
sementara anak dihadapkan pada belasan mata pelajaran.
Contoh lain, kebanyakan guru tidak penyabar. Ingin segera permintaan
atau perintahnya dituruti segera. Dia tidak mau tahu apakah ketika ia
meminta atau menyuruh itu mengganggu kenyamanan anak atau bukan.
Alih-alih meminta maaf kesalahannya telah mengganggu kenyamanan siswa,
guru akan kecewa dan marah bila perintahnya tidak dituruti. Singkatnya,
yang ada di kepala guru adalah “anak harus menuruti kemauannya, jika
tidak berarti ia anak yang nakal”. Inilah kejahatan! Dan seperti ini
sudah lumrah.
Nah, mengapa kita mau menyerahkan anak-anak kita untuk dididik
orang-orang seperti itu!? Lebih baik tidak usah sekolah, jika yakin kita
sanggup membangun suasana yang menyenangkan di rumah. Kita hormat pada
anak, dan anak pasti lebih hormat pada kita.
Orang-orang pada ramai mengeluhkan sekolah itu mahal. Kendati BOS
telah diturnkan oleh pemerintah, ternyata pungli semakin meriah. Itu
kejahatan para kepala sekolah dan guru-guru yang ingin meraup keuntungan
materi di balik praktek pendidikan. Tapi itu juga salah kita, mengapa
kita tergantung pada sekolah. Jika memang kita maunya belajar, mencari
wawasan dan ilmu pengetahuan, jangan sampai tergantung pada sekolah,
padahal kita sudah sangat kita maklum sebagian besar sekolah melakukan
praktek pungli. Mengapa kita tidak mendidik anak-anak kita sendiri?!
Bisakah kita mendidik mereka jika kita sendiri sibuk dalam pekerjaan
sehari-hari? Sangat bisa! Karena yang terpenting bagi orang tua adalah
membangun suasana kondusif, nyaman, dan menyenangkan bagi anak-anak.
Anak-anak merasa senang bersama orang tua, dan krasan di rumah. Ini
terpenting. Selebihnya, kita membantu anak memfasilitasi proses belajar
mereka. Itu saja.
Sekedar contoh. Bagi kami, daripada uang kita belanjakan untuk
membeli buku-buku pelajaran, membiayai transportasi anak-anak ke
sekolah, membayar iuran ini-itu, lebih baik kita tabung dan belikan
komputer. 1,1 juta sudah dapat pentium 3, 2,5-3 juta-an sudah dapat
pentium 4. Jika rejeki kita cukup, belikan saja laptop.
Keberaan sebuah komputer di samping anak kita sudah sanggup mewakili
keberadaan sebuah institusi sekolah dalam mencerdaskan anak. Komputer
sanggup menyimpan ratusan bahkan ribuan buku elektronik (e-book).
Membaca buku pelajaran, mendalami berbagai program, mengerjakan tugas,
refreshing (main game) jika sedang bosan, semuanya dalam satu komputer.
Biarkan anak-anak kita mengerjakan segala sesuatu secara mandiri.
Kita jangan terlalu sering mengatur atau mengarahkan. Ini godaan
terbesar kita sebagai orang tua. Kita sering berfikiran, “anak harus
taat pada orang tua” kita artikan bahwa kita berhak mengatur anak semau
gue. Kita sering terlalu egois, ingin menguasai anak.
Kuncinya adalah tauladan. Jika kita ingin anak kita menjadi orang
yang sopan kita harus sopan pada mereka. Agar mereka mencintai
kebersihan, jangan senantiasa kita menyuruh mereka bersih-bersih
sementara kita tidak pernah membantu.
Semua moralitas universal itu menjadi kunci. Disiplin, sabar, jujur,
kasih-sayang, kerja keras, pantang putus asa, tepo-sliro, dll. Kita
harus terus belajar sekuat tenaga mempunyai moralitas yang baik seperti
itu, jika mau anak-anak kita menjadi orang yang sukses.
Dalam memberi nasehat-nasehat juga hanya berkisar pada wilayah
moralitas itu saja. Lainnya tidak. Soal ilmu pengetahuan dan ketrampilan
adalah pilihan. Anak mau menjadi petani atau sopir itu hak anak.
Singkatnya, anak kita mau menjadi apa saja itu terserah mereka, yang
penting mereka mempunyai moralitas yang baik.
Memang tidak ada orang yang sempurna di muka bumi ini. Makanya kita
juga harus berani terus terang pada anak atas kesalahan yang sesekali
kita buat, dan meminta maaf pada mereka. Dengan begitu anak akan sadar
bahwa kekurangan dan kelemahan itu suatu yang wajar dan tidak perlu
dicemooh.
Semoga kita semua menjadi orang yang merdeka.
Senin, 21 Maret 2016
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar